12 May 2011

www.gerund554.wordpress.com

Kini kami berhadapan, mata kami beradu. Bukan tatapan musuh, namun tatapan lembut yang meneduhkan. Sebuah rasa saling menyayangi, dan tak ingin membenci.

“Hari ini aku sudah memutuskan” Rose memecahkan keheningan café tepat di jam 23.00 WIB.

Aku menatapnya tajam, lalu membuang pandang jauh ke sudut ruangan. Sebuah meja bundar berisi dua pasangan cinta yang tengah bermesraan. Tertawa. “Kau memaksakan diri?”

“Tidak!” jawabnya tegas. Kini dengan posisi tangan yang mencekram meja.

Aku begidik melihatnya seperti ini. Orang stress yang tak tau arah. Memaksakan sesuatu yang sebenarnya tidak dari dalam hatinya. Aku tersenyum padanya. Membuat dia sedikit rileks dengan keadaan. “Semua pasti bisa diperbaiki, meski bukan kemauannya kan?”

“Aku juga menginginkan perpisahan ini. Bahkan aku yang ngotot!”

“Percayalah, sayang. Kau tidak akan sanggup jika harus berpisah”

Rose menunduk. Menutup wajahnya. Menangis. Hatiku kemudian juga ikut teriris. Aku tau apa yang dia rasakan. Berpisah dengan orang yang amat dicintai, amat menyakitkan. Suara tangisnya semakin menderu. Namun tetap diredam dengan kedua tangannya. Tak ada yang bisa mendengar, namun aku bisa.

“Aku tau apa yang kau rasakan, Rose!” kini aku berdiri. Mengangkat kursiku, agar sejajar dengannya. Dia tetap asyik dalam dunia tangisnya.

“Kamu nggak tau, menikah saja kamu belum pernah!” bentaknya. “Kamu nggak pernah merasakan, seperti apa dicampakkan dan kehilangan pelukkan!”

Aku tersentak dengan ucapannya. Menyakitkan. Bahkan sampai usia menikahku yang sekarang, aku belum berpikir ke sana. Hanya ada kekasih yang silih berganti. kupejamkan mata. Menunduk.

“Kau tau, Rose? Sometimes, I can feel what you feel, even in a long distance

Kini Rose menatapku.

“Jika kau dicampakkan dan kehilangan peluk. Biar aku disini yang memperhatikanmu dan menjadi tonggakmu ketika kau butuh”. “Karena itulah gunanya sahabat

“Ella?” Rose tersenyum. Dan memegang kedua tanganku. Erat. Seperti mendapatkan kekuatannya kembali.

“Mbak!” “Bisa tambah kopinya dua cangkir lagi?” teriakku pada pelayan café.

Tagged: , ,

0 comment:

Post a Comment

Monggo berkomentar, ditunggu lho.. ^_^