Sore yang indah. Temaram senja menerobos sela-sela dedaunan
yang lelah setelah menahan terik matahari seharian. Kupu-kupu dengan gemulai
menari diantara bunga warna-warni. Anak-anak kecil berlarian usai dimandikan
ibu mereka. Tertawa. Tersandung. Jatuh. Menangis. Bangkit. Tertawa lagi.
Orang-orang tua dengan takjim duduk santai. Muda-muda berjalan beriringan.
Sungguh sore yang menyenangkan. Jika kalian bisa melihat sendiri pemandangan
ini, pasti tak akan berhenti bibir ini berucap syukur pada-Nya.
Diantara pemandangan syahdu ini, tepat di taman bermain yang riuh dengan tawa
anak-anak. Perhatikan. Ada dua anak yang amat menyita perhatianku. Lihatlah,
satu diantara dua anak itu dari tadi terlihat sibuk sekali. Dia sibuk mendorong
sepeda kawannya sementara kawannya dengan riang menaiki sepeda itu. Dia sibuk
memberikan permen miliknya, karena permen milik kawannya terjatuh entah dimana.
Dia sibuk mengayunkan ayunan milik temannya, padahal aku yakin dia pun ingin
bermain ayunan seperti anak-anak lainnya.
Aku tertegun memandang bocah itu. Kenapa dia mau melakukannya? Bukankah dia juga anak kecil yang pasti ingin bermain bahagia? Diayunkan, naik sepeda tanpa perlu mendorong sepeda kawannya. Bukankah dia punya hak untuk berbahagia?
“Kau heran?” suara lembut wanita tua yang sedaritadi duduk tepat disampingku tiba-tiba mengejutkan. Dia menatapku dengan sejuta senyum tulus dari wajah seorang ibu. Aku pun menatapnya, tapi dengan tatapan penuh tanda Tanya yang tak perlu kujelaskan lagi maksudnya.
Wanita tua itu berdiri, memperbaiki kardigannya yang terlipat setelah lama duduk di bangku taman, mengambil tongkat tua disampingnya, kemudian berjalan mendekatiku. “Sederhana” katanya. Sederhana? Seperti apa?
“Bagi anak kecil itu, urusan yang kau pertanyakan amat sederhana. Kau tau, bahagia untuknya cukup dengan melihat oranglain tertawa bersamanya. Bagi dia, bahagia cukup dengan hal yang sederhana, yaitu membuat orang lain bahagia. Dan itu tulus.”
Aku terdiam. Jawaban yang sederhana, tentang bahagia dengan cara sederhana.
Aku kembali menatap dua bocah yang sampai saat ini tetap riang di taman bermain. Benar. Bahagia itu sederhana. Tak perlu memuaskan diri dengan banyak keinginan dan ambisi. Tapi membahagiakan oranglain bukan hanya wujud dari bahagia itu sendiri, melainkan juga sebuah ketulusan murni keikhlasan dari hati.
Dan senja pun semakin merah.
nice post :)
ReplyDeleteditunggu kunjungan baliknya yaah ,
Tentu saja, ketika membuat orang lain bahagia, hati kita tidak akan bisa menolak rasa bahagia itu juga. berkali lipat malah.
ReplyDeleteseep jeng..
ReplyDeletedan bahagia itu diri kita yang nyiptain..
bukan mereka..
terus berkarya mbak bero..:D