pict by. For Colored Girl Movie Poster
Di dunia ini, saya yakin, tak ada manusia yang senang berkenalan dengan yang namanya kesusahan, kesedihan, keterpurukan, semuanya enggan. Namun tak ada yang tau bagaimana nasib seseorang. Semuanya sudah di atur oleh yang kuasa. Jika hari ini kita tertawa riang, bisa saja besok kita sudah menangis tersedu, jika hari ini kita jatuh cinta, bisa saja besok kita patah hati, jika pagi ini kita kaya, siapa yang tau nanti malam kita jatuh miskin??
Sekali lagi semuanya rahasia milik sang pencipta. Sekuat apapun usaha manusia, jika Dia berkehendak lain, maka terjadilah. J Hal yang bisa dilakukan manusia hanyalah bersabar, tawakal, dan berdoa. Ikhlas menjalani keputusan yang sudah diberikan Pencipta, meski kadang keputusan itu menyakitkan.
Ikhlas dan sabar memang hal yang mudah untuk diucapkan, namun sayang, tak semudah itu menjalaninya. Banyak yang gagal, tidak tahan, tidak sanggup, dan akhirnya memilih lari dari masalah, ato mencari jalan pintas yang benar-benar pintas. Jalan yang mereka anggap bisa membuat mereka lepas dari masalah tersebut, ato minimal jauh.
Baru beberapa bulan ini saya bekerja, dan sudah banyak keluhan dari mulut saya. Macet, capek, dan banyak lagi. Padahal saya bekerja di kantor, tempat yang (menurut saya) nyaman untuk bekerja, di depan computer, jauh dari panas dan hujan, namun saya masih saja mengeluh.
Mengeluh itu, tak ada gunanya. Mulailah saya membanding-bandingkan apa yang saya kerjakan dengan mereka yang pekerjaannya lebih berat dari pada saya. Awalnya saya membandingkan dengan seorang penjual tas kerja pinggir jalan. Setiap pagi, dia selalu menata rapi dagangannya di pinggir jalan Gayung Kebonsari (kalo anda di Surabaya, pasti tau jalan ini). Dia selalu sudah berada di tempat itu bersama dengan tas-tas dagangannya, dan mulai bekerja. Sementara saya, masih berada di jalan, dan belum mulai bekerja. Betapa rajinnya bapak itu, tanpa bosan setiap pagi menjajar dagangannya, tanpa tau apa ada yang berminat beli atau tidak, tanpa tau apa nanti ada hujan, tanpa tau apa dia akan berpenghasilan hari itu. Tapi dengan sabar iya, dia terus menjalani pekerjaan tersebut.
Tidak sampai di situ saya membandingkan, kemudian saya membandingkan lagi dengan seorang tukang parkir masjid yang letaknya di Jalan A.Yani tepatnya di Siwalan Kerto (kalo anda di Surabaya, pasti tau jalan ini). Setiap pulang kerja, saya pasti melintas tukang parkir ini mengurusi kendaraan yang parkir di depan masjid tersebut, tidak peduli hujan atau panas, tidak peduli betapa sulitnya tempat itu untuk parkir karena dekat dengan lampu merah Siwalan Kerto. Macet? Pasti.
Keadaan ini sepertinya terasa lebih sulit, karena dia kakinya pincang. Dia harus berjalan tertatih menggunakan tongkat untuk memarkir satu-satu kendaraan di situ. Coba di pikir, berapa penghasilan tukang parkir. (menurut saya) tidak seberapa jika dibandingkan dengan kerjanya. Siang-malan, panas-hujan, dan kakinya pincang. Namun dia tetap tidak putus asa, dia tetap bekerja hanya dengan satu kakinya.
Sungguh, saya malu jika mengingat orang-orang ini. orang-orang yang tetap mau bekerja tanpa putus asa, meski dalam keadaan yang sempit. Orang-orang yang pantang menyerah, meski hanya berada di pinggir jalan,tidak dalam gedung megah. Mereka yang tak mengeluh meski tidak dalam kesempurnaan fisik.
Justru (mungkin) kita, saya, anda, yang berada dalam keadaan yang lebih mudah, lebih banyak mengeluh, hanya karena kerikil-kerikil kecil.
Mari Belajar bersyukur, ikhlas, dan sabar. J
Sidoarjo, 18 November 2010
0 comment:
Post a Comment
Monggo berkomentar, ditunggu lho.. ^_^