29 June 2011

Foto: www.umarsumedi.blogspot.com

Teman, ini hanya sedikit cerita yang bisa saya bagikan hari ini. Mungkin cerita biasa yang sudah biasa pula kita jumpai dalam banyak sinetron. Tapi sungguh ini kenyataan.

Hari ini, saya memanggil seorang tukang setrika. Orang-orang biasa memanggilnya Mbak Eni. Ada dua ember penuh baju-baju yang belum disetrika. Bukan karena saya malas, tapi karena tidak sempat (pembelaan) :D.

Ketika mbak Eni sedang menyeterika baju, iseng-iseng saya membuka obrolan dan bertanya tentang keluarganya. Mbak Eni memiliki sepasang anak kembar yang masih kecil, dan seorang anak lagi yang masih duduk di bangku SMP. Suaminya adalah seorang penjual kupang. Ingat, seorang penjual kupang, bukan lontong kupang. Daerah tempat tinggal saya adalah daerah penghasil kupang, cari saja di kota Sidoarjo tempat penghasil kupang, pasti ketemu saya. (kalo nggak nyasar).

Mbak Eni menceritakan tentang penghasilan suaminya yang (menurut saya) jauh dari kata cukup. Paling banyak, sehari suaminya hanya membawa uang Rp 30.000,-. Itu hasil menjual kupang dari pagi hingga sore. Dan kadang suaminya hanya membawa uang Rp 15.000,-. Belum lagi, mereka harus rugi, karena membuang kupang-kupang yang tidak laku dijual. Pernah suaminya meminta maaf pada mbak Eni karena hanya membawa uang sedikit setelah seharian berjualan kupang. Tapi mbak Eni berkata, dia tetap bersyukur. Karena dia percaya bahwa rejeki Allah yang mengaturnya.

Karena penghasilan suaminya yang jauh dari kata cukup itulah, mbak Eni membantu bekerja membanting tulang menjadi pembantu freelance. Yupz, sehari dia bisa bekerja di 6 rumah secara bergantian. Bisa menyeterika baju, mencuci baju, mengepel, atau membersihkan kamar mandi. Dan untuk perkerjaan-pekerjaan itu, dalam sehari dia hanya dibayar Rp 20.000,- per rumah .

Capek pasti.

Tapi yang sangat saya sukai dari mbak Eni adalah, dia selalu tersenyum. Entah apa yang ada dalam pikirannya atau dalam hatinya. Namun wajahnya selalu tersenyum. Ketika berbincang dengan saya tadi, dia juga memasang wajah dengan senyum yang berkilau, tidak tampak wajah sedih dan protes terhadap takdir yang harus dia jalani. Memiliki 3 anak dengan penghasilan yang nge-pas. Dia selalu bersyukur dengan apa yang dia dapatkan kemarin, hari ini, besok, dan seterusnya.

Demi ketiga anaknya, dia rela mengerjakan apapun asal itu khalal, meski harus berpindah-pindah rumah, dan mengerjakan seabrek pekerjaan rumah. Itulah orangtua, kasihnya sepanjang masa. Perawakannya kecil, tapi ketegarannya amat besar. Saya salut.

Memang rejeki Allah yang mengatur, bagaimana manusianya saja. Mau berusaha atau tidak. Bukankah Allah SWT tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu mau berusaha mengubahnya.

Pelajaran dari tulisan ini. Mari bersyukur. Kita yang selama ini suka mengeluh dengan pekerjaan dan rejeki yang kita miliki, coba diubah. Syukuri apa kita dapat. Jangan mengeluh. Ada rahasia di balik rahasi. Karena Allah selalu menyimpan sejuta kejutan di balik semua kejadian yang dihadapkan pada manusia. Tergantung bagaimana manusia menghadapinya.

“Karena hidup itu tentang apa dan bagaimana.”

Ingat: “Allah tidak menghendaki terjadinya kesulitan pada hambaNya” (Qs. Al-Maidah : 6)

Tagged: , , , ,

3 comments:

  1. karena Allah adalah pembuat skenario terhebat..penuh kejutan, penuh rahasia..
    manusia hanya harus berusaha dan bersyukur..
    terimakasih telah mengingatkan.. :D

    ReplyDelete
  2. terimakasih juga telah berkunjung dan membaca :)

    ReplyDelete
  3. Jalani hidup dengan Ikhlas dan Sabar.. Insyallah semua mudah.. :)

    ReplyDelete

Monggo berkomentar, ditunggu lho.. ^_^