14 March 2012

Mungkin saya telat membaca novel ini. Harusnya saya membaca novel ini dari dulu. Cetakan pertama novel keluar pada Februari 2009, saat itu saya masih kuliah semester enam. Dan sekarang, saat saya sudah membacanya, ternyata saya baru sadar bahwa buku ini sudah memasuki cetaka ke tujuh yang dikeluarkan pada Oktober 2011. Itu artinya buku ini laris manis pada jamannya. Dan saya baru membelinya 21 Januari 2012. So, kemana saja saya saat itu?

Tapi sudahlah. Berlebihan rasanya jika hanya karena membaca cetakan ketujuh sebuah novel lalu saya merasa terlambat, yang terpenting saya membacanya. Dan saya merasa beruntung karena diberi kesempatan untuk membacanya.

Emang novel apa sih? Kok berlebihan sekali mengungkapkannya? Ceritanya sebagus apa sih?

Mau tau? Novel ini karya salah satu penulis favorit saya. Gaya berceritany sederhana, tutur katanya biasa, tapi dari kesederhanaan itu yang selalu bisa membuat saya meneteskan berliter airmata, dan merenung berjam-jam. Iya benar. Dia Tere-Liye.

Karya Tere-Liye yang ingin saya suguhkan kali ini adalah salah satu novelnya yang berjudul Rembulan Tenggelam Di Wajahmu. Novel ini menceritakan tentang seorang yang bernama Raihan. Seorang pasien berumur 60 tahun yang selalu merasa bahwa Tuhan tidak pernah memberikan keadilan dalam hidup. Cerita ini diawali dengan Raihan yang bertemu dengan (katakanlah) malaikat, yang kemudian membawanya kembali menelusuri jalan hidupnya dari awal hingga umurnya mencapai 60 tahun. Malaikat ini ingin menjawab lima pertanyaan yang selalu menelusup dalam pikiran Raihan. Lima pertanyaan itu adalah Apakah cinta itu? Apakah hidup ini adil? Apakah kaya adalah segalanya? Apakah kita memiliki pilihan dalam hidup? Dan Apakah makna kehilangan?

Malaikat ini membawa Raihan menelusuri jengkal demi jengkal kehidupan masa lalunya. Mulai dari ketika dia berada di Panti Asuhan terkutuk (begitu Raihan menyebutnya), ketika Raihan menemukan peruntungan sekaligus celakanya di Terminal, ketika Raihan menemukan kehangatan utuh sebuah keluarga di rumah singgah, ketika Raihan sudah pindah ke sebuah kamar sewaan petak kecil di dekat bantaran sungai, ketika Raihan selalu suka memandangi rembulan dari atap rumah singgah dan menara air, ketika Raihan memiliki rencana besar pencurian sebuah berlian yang ternyata nantinya berlian itu mengubah hidupnya, ketika Raihan melihat kembali wajah kedua orangtuanya, ketika Raihan pertama kali bertemu dengan wanita yang membuatnya hanya satu kali jatuh cinta sekaligus satu kali patah hati dan kehilangan, dan sampai ketika Raihan seorang anak jalanan liar kemudian menjadi seorang pengusaha sukses.

Iya, malaikat itu membawa Raihan menelusuri lengkap semua kehidupannya. Dia menjawab setiap pertanyaan Raihan. Raihan selalu mempertanyakan tentang keadilan Tuhan. Raihan selalu merasa bahwa hidup ini tidak pernah adil. Raihan berpikir, mereka yang baik selalu mendapatkan kesulitan, cepat direnggut kebahagiaannya oleh Tuhan. Sedangkan mereka yang berbuat jahat selalu mendapatkan kemudahan, selalu berbahagia di atas penderitaan oranglain. Sampai muncul niat dari dalam diri Raihan untuk menjadi orang jahat saja.

Saya tidak akan banyak menceritakan bagaimana cerita di dalamnya. Yang jelas, pelajaran yang dapat diambil dari novel ini adalah hidup ini sebenarnya sungguh adil. Hidup ini merupakan sebuah sebab akibat. Mengapa kita harus melakukan ‘ini’? karena perlakuan ‘ini’ yang kita lakukakan sekarang akan berimbas pada ‘itu’. Entah ‘itu’ pada orang lain atau ‘itu’ pada diri kita sendiri.

Semua yang terjadi di dunia ini sudah ada pada garisnya masing-masing. Kita manusia yang menjalani, hanya perlu berusaha dan bersabar dalam menjalaninya. Novel ini menjelaskan bahwa sesuatu yang untuk kita pasti akan menjadi milik kita selama apapun itu sejauh apapun itu akan tetap menjadi milik kita.

Karena Tuhan tidak akan pernah keliru, Tuhan akan selalu adil. Novel ini mengajarkan Tuhan selalu tau apa yang kita butuhkan, bukan yang manusia inginkan. Karena Tuhan selalu mengerti kita.

Jadi mari selalu bersyukur dengan apa yang terjadi hari ini. Bersyukur atas semua nikmat yang Dia berikan kemarin, hari ini, esok, dan lusa. Meskipun kecil, tapi jika kita termasuk orang-orang yang bersyukur, pasti kita akan selalu merasa menjadi orang yang paling beruntung. Jauh dari keluh kesah, jauh dari amarah, dan yang terpenting jauh dari negative thinking pada Allah SWT.

Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu pandai mensyukuri nikmat. Amin.

Yang amat menggelitik saya, dalam novel ini dikatakan bahwa otak manusia sejak lama terlatih untuk menyimpan banyak perbandingan berdasarkan versi mereka sendiri, menerjemahkan nilai seratus itu bagus, nilai lima puluh itu jelek. Wajah seperti itu cantik, wajah seperti ini jelek. Hidup seperti ini kaya, hidup seperti itu miskin. Otak manusia yang keterlaluan pintarnya mengumpulkan semua kejadian-kejadian itu dalam sebuah buku besar, yang disebut buku perbandingan.

Iya ya. Sadarkah kita bahwa terkadang tanpa sadar kita selalu disibukkan dengan membandingkan. Membandingkan ini dan itu, yang kemudian kebanyakan tidak membuat kita merasa bersyukur tapi membuat kita selalu merasa kurang, si A lebih banyak, aku hanya sedikit. Ujung-ujungnya, padahal kan aku sudah ini dan itu, kenapa hanya mendapatkan segini, kenapa tidak segitu. Itulah membandingkan. Dan kita terlalu sibuk dengan itu. Iya nggak? Merasa begitu nggak? Kadang sih ya…hehe

Bagi yang belum baca novel ini, baca deh. Karena seperti biasa, Tere-Liye selalu memberikan bobot dalam karya-karyanya. Dalam novel ini ada beberapa quote yang saya suka dan sangat memotivasi saya, diantaranya adalah

Ketika kau merasa hidupmu menyakitkan dan merasa muak dengan semua penderitaan, maka itu saatnya kau harus melihat ke atas, pasti ada kabar baik untukmu, janji-janji, masa depan. Dan sebaliknya, ketika kau merasa hidupmu menyenangkan dan selalu merasa kurang dengan semua kesenangan, maka itulah saatnya kau harus melihat ke bawah, pasti ada yang lebih tidak beruntung darimu. Hanya sesederhana itu. Dengan begitu, kau akan selalu pandai bersyukur.”

Dan….

“Begitulah kehidupan. Ada yang kita tahu, ada pula yang kita tidak tahu. Yakinlah, dengan ketidaktahuan itu bukan berarti Tuhan berbuat jahat kepada kita. Mungkin Tuhan sengaja melindungi kita dari tahu itu sendiri.”


(Photo. plasa.com)

Tagged: ,

13 comments:

  1. ah...
    mengusahain koleksi bukunya yang lain.

    ReplyDelete
  2. wow keren...review yang membuat saya tertarik membaca bukunya..btw ada salah ketik di kalimat "sebuah pengusaha sukses", bukannya harusnya seorang, mungkin..:D...maaf kebiasaan buruk saya..:D

    ReplyDelete
  3. sungguh review yang menarik, bikin saya penasaran baca.hehehehe...

    ReplyDelete
  4. sudah dibenarkan mbak ria, terimakasih sekali mbak sayang :)

    ReplyDelete
  5. waduh saya mah jarang baca novel.. senengnya baca buku teknik.. beda selera ya?

    ReplyDelete
  6. “Begitulah kehidupan. Ada yang kita tahu, ada pula yang kita tidak tahu. Yakinlah, dengan ketidaktahuan itu bukan berarti Tuhan berbuat jahat kepada kita. Mungkin Tuhan sengaja melindungi kita dari tahu itu sendiri.”

    wahwahwah, boleh jugaaaaaa ;)

    ReplyDelete
  7. tere liye penulis favorit temen2 aku lho res..
    :)
    hii, pkbar, lama ga jalan2 di blog.. ^^

    ReplyDelete
  8. tokoh misterius itu bukan malaikat...
    ia adalah nabi khidir...
    klo kamu akrab dgn literatur keislaman, kamu akan tau ia khidir... tentu sj dlm novel ini ia diformat fiktif.

    ReplyDelete
  9. justru ini novel tere-liye yang pertama saya baca, awalnya saya tertarik karena berjudul 'rembulan'
    gaya bahasa yg sederhana dan enak dicerna berhasil membuat saya jatuh cinta dengan karya2 tere-liye lainnya

    ReplyDelete
  10. setelah membaca review nya penasaran pengen baca novel nya!!!

    ReplyDelete
  11. seru bgt ceritanya...

    ReplyDelete

Monggo berkomentar, ditunggu lho.. ^_^