20 February 2012


(Photo. indonwahyudin.wordpress.com)

Anak terakhir.

Apa yang ada dibenak kawan-kawan jika mendengar kata itu? anak yang manja dengan segala tingkahnya, anak yang selalu dianggap kecil dan tidak tau apa-apa, atau apa?

Hmmm…

Akhir-akhir ini, saya sering mendapati opini tentang anak terakhir. Opini mereka kebanyakan miring. Anak terakhir itu manja, anak terakhir itu nggak tau apa-apa. Beda sekali dengan opini mereka tentang anak sulung. Banyak orang menganggap bahwa anak sulung atau anak pertama selalu lebih tau segalanya, selalu lebih bertanggungjawab, dan lebih semuanya.

Tapi saya rasa tidak.

Tidak selamanya anak terakhir selalu manja, dan tidak selamanya pula anak sulung selalu bersikap dewasa, atau lebih bertanggungjawab. Bukankah itu tergantung? Iya, tergantung. Tergantung dari sifat dasar orang masing-masing.

Kalau dilihat dari sisi umur. Iya jelas. Seorang anak bungsu pasti berada dalam urutan ketidaktahuan. Kakaknya sudah lebih dulu sekolah, sudah lebih dulu kuliah, sudah lebih dulu bekerja, dan mungkin sudah lebih dulu dalam hal lainnya. Tapi, tau nggak sih?

Kadang, seorang anak bungsu bisa menjadi seorang sulung karena keadaan,  atau kadang seorang anak bungsu bisa jadi lebih tau, karena dia banyak bertualang dari pada si anak sulung. Atau mungkin juga karena didikan dari orangtua yang tidak membiasakan anak-anaknya manja, entah itu anak sulung ataupun bungsu.

Saya punya teman. Umurnya 17 tahun. Dia anak bungsu, tapi dalam usia semuda itu, dia sudah bekerja. Dia sudah punya target, dalam bekerja dia harus begini dan begitu, harus bertanggungjawab dengan apa yang dia kerjakan. Dan dia juga sangat bertanggungjawab akan masa depannya.

Saat ini memang dia tidak kuliah. Tapi dia punya rencana pasti untuk kuliah, dan dia memang harus kuliah. Atau kalau tidak kuliah, minimal dia menambah ilmu dengan kursus.
Usia segitu. Kenapa ya harus repot-repot berpikir kerja untuk kuliah? Kenapa nggak minta uang orangtuanya saja? Dulu ketika saya 17 tahun, saya belum memikirkan pekerjaan. Setelah lulus SMA, yang pikirkan adalah kuliah. Kerja nanti kalo sudah lulus. Hmmm, apa saya tellmi ya? Hehe

Eits, tapi bukan karena saya manja lho!

Saya juga anak terakhir. Tapi, saya bukan anak manja yang meminta agar segala sesuatunya selalu tersedia saat itu juga. Saya bukan anak manja yang jika permintaan saya tidak dipenuhi, maka saya akan ngambek tujuh hari tujuh malem nggak makan. Hohoho.

BIG NO.

Orangtua saya selalu mengajarkan pengertian, mengajarkan bagaimana cara memahami. Dan itulah saya tanamkan, menjadi manusia itu harus mau mengerti dan memahami apa yang ada disekitar. Bukan hanya memikirkan diri sendiri.

Dan memang harusnya begitu kan?

Jadi ingat ya. Bahwa anak terakhir sungguh bukan anak manja.

Dan kawan-kawan, ada yang anak terakhir kah?

Tagged: ,

2 comments:

  1. saya juga anak bungsu dari 3 bersaudara
    tp tdk ada kamusnya bermanja-manja, ortu memperlakukan sama antara sulung tengah dan bungsu.

    ReplyDelete
  2. Saya Ank Bungsu....
    Syg sy kurng memanfatkan kebungsuan saya.
    Hidup saya cukup lebih Hancur..
    tapi dai wacna ini ada sdikit info yng saya petik..
    nice info aja dah

    ReplyDelete

Monggo berkomentar, ditunggu lho.. ^_^