14 October 2011


Siang ini, saya melihat sebuah kegiatan yang sudah sangat amat klasik. Saya sering nonton di siaran berita televisi, atau mungkin dengar dari berita radio. Kalian pasti juga pernah. Gerombolan orang berseragam, dengan mengendarai truk-truk besar, kemudian turun ke jalan, menghampiri lapak-lapak dagangan yang sudah berdiri kokoh, lalu membongkar paksa dan mengeluarkan semua isinya.


Apa itu? Tidak lain dan tidak bukan, itu adalah penggusuran bangunan liar oleh SATPOL PP.

Iya, hari ini saya melihat pembongkaran itu secara langsung. Memang nggak ada kerusuhan, nggak ada penolakan dari mpunya warung, dan semua berjalan lancar di bawah naungan matahari yang super duper panas.

Meski nggak ada kerusuhan, raungan protes, dan derai airmata, saya tiba-tiba kasihan. Kenapa? Hmmm, coba deh bayangkan. Bangunan-bangunan yang dibongkar itu adalah lapak-lapak dagang yang sudah berdiri kian bagusnya. Dibangun dengan bamboo yang bersih, atau sudah bertembok bata, dicat sedemikian rupa bagus, kemudian digusur, disamaratakan dengan tanah. Sayang sekali, kan?

Sayangnya, saya hanya sempat ambil gambar, ketika bangunan-bangunan itu sudah habis dirubuhkan, digusur.

  

Saya jadi ingat. Kalian tau masalah penggusuran bangunan liar  stren Kali Jagir di Surabaya? Kalau nggak salah, penggusuran itu terjadi pada bulan Mei 2009. Kok inget banget? Jelas. Waktu itu kebetulan saya sedang magang jadi wartawan di salah satu surat kabar di Surabaya. Saya memang nggak ditugaskan untuk liputan di sana, tapi saya penasaran, dan siang harinya setelah memenuhi tugas liputan pagi, saya pergi ke Kali Jagir. Mumpung saat itu sedang berstatus wartawan (meski cuma magang). Tapi saya bisa leluasa masuk dan mondar-mandir di kawasan penggusuran. Jadi ketika ditanya polisi yang jaga, saya tinggal bilang, “liputan, pak. Saya wartawan koran X”. Beres.

Okeh, kembali lagi ke masalah penggusuran. Setelah memparkir motor, saya mulai jalan menyusuri daerah penggusuran. Pertama kali yang saya rasakan adalah, kasihan. Rumah mereka sudah bagus-bagus, ya minimal bertembok, dan ada juga yang buka usaha toko, eh digusur. Di sudut lain, saya melihat seorang perempuan yang duduk di tanah, sambil menangis. Tapi sayang, saya nggak berani tanya. Kalau sedang nangis begitu, apa iya bisa diwawancara? Mungkin, dia bingung mau tinggal tidur di mana nanti malam.

Kemudian, besoknya saya pergi lagi ke sana. Kali ini bukan karena penasaran atau dapet tugas liputan ke situ. Tapi karena saya nggak tau mau liputan kemana. Rasanya, hari itu sepi berita. Atau mungkin, sayanya aja yang nggak pinter cari berita. Hehe..

Semua bangunan yang kemarin berdiri di sepanjang stren kali Jagir, sudah rata dengan tanah. Hanya ada puing-puing yang siap dibersihkan. Apakah semua warga korban penggusuran sudah tidak di situ? Jawabannya masih. Mereka tidur di pinggir jalan, menggelar tikar, bahkan ada yang alasnya kardus.

Saya sempat turun dari motor, dan bergabung sejenak dengan para korban penggusuran. Kemudian saya tanya, kenapa mereka masih di situ. Jawaban mereka simple. “Nggak tau mbak, ini mau ke mana. Masih nyari-nyari rumah yang murah.”

Lha wong saya sama Gedung itu aja, tinggalnya duluan saya. Kok saya disuruh pindah.”  Curhat bapak yang saya tanya sambil nunjuk Gedung Kantor Pertamina yang ada di dekat situ, daerah Jagir. Saya cuma manggut-manggut, senyum-senyum, sambil tanya-tanya terus.

Ini, ada beberapa foto yang sempat saya ambil ketika berada di stren Kali Jagir 4 Mei 2009 dulu;






Hmmm, yang saya bingung adalah, kenapa sih pemerintah itu selalu melakukan program penggusuran paksa setelah para pemilik bangunan liar itu merenovasi lapak atau tempat tinggalnya? Kenapa sih pemerintah mengobrak-abrik lapak/rumah mereka setelah bertahun-tahun lamanya? Setelah mereka merasa nyaman dan mengatakan ”This place named home”.

Mungkin para pemilik bangunan liar itu memang salah, karena seenaknya mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya. Tapiiiiiiiiiiiii, KENAPA pemerintah nggak dari dulu aja mengadakan penggusuran?  Ketika bangunan-bangunannya masih sedikit? Ketika para penghuninya masih belum melakukan renovasi besar-besaran? Ketika para penghuninya belum beranak cucu?

Paling nggak, kalau bangunan mereka belum berderet-deret seperti di stren kali jagir atau lapak di deretan jalan yang saya temui tadi siang, mereka dengan suka rela cari tempat yang lebih layak.

Klasik kan? Belum lagi gayanya para Satpol PP kalau sedang melakukan penggusuran. Udah seperti penghuni jagat raya. Ihhh, saya nggak suka lihat muka-muka mereka!!!!

Tagged: ,

16 comments:

  1. Saya juga ga habis pikir dengan arti penggusuran yang sebenarnya... kebanyakan yang saya tau malah mereka-mereka yang tergusur malah mendapatkan ganti tempat yang bisa dikatakan lebih buruk lagi, atau bahkan ga dapat ganti rugi sama sekali... Ini semua demi yang namanya 'KETERTIBAN'... kataaaanyaaaa..

    Miris saya ngeliat photo terakhir... mereka-mereka hanya bisa gigit jari melihat penggusuran paksa itu...

    Tak tahu.... selain bersimpati.. apalagi yang bisa aku lakukan... :((

    ReplyDelete
  2. emng sih hal2 yg menyangkut penggusuran sesuatu yg ironis,satu sisi pihak satpolPP menjalankan tugas,, dan pihak pedagang mencari nafkah,,ntahlah sepertinya sedari dulu ini seperti masalah klasik di indonesia

    ReplyDelete
  3. Sudah saatnya pemerintah lebih peka terhadap masalah pemukiman. Menyediakan perumahan dengan gratis/cicilan rendah perlu dirumuskan, bukan hanya sekedar penggusuran. Mengatasi masalah perlu dengan solusi, bukan malah menambahnya dengan masalah baru. Joss!

    ReplyDelete
  4. @Sam iya katanya ketertiban. mungkin memang rumah-rumah liar seperti itu merusak pemandangan kota yang harusnya jauh dari kumuh, harusnya kota itu tertapa rapi dan indah. tapi sayang sekali, pemerintah selalu membiarkan banyak bangunan dulu, trus baru kroyokan gusuran, haha *miris..


    @al kahfi memang klasik. tapi harusnya ada cara untuk memindahkan, bukan hanya main gusur aja...


    @JB setuju, mengatasi masalah memang harus dengan solusi, bukan dengan menambah masalah baru. tapi kalo rumah gratis sepertinya nggak bisa deh mas JB, minimal cicilan murah tadi...

    ReplyDelete
  5. ahai...saya dulu sempat juga tuh liputan untuk Suara Surabaya soal penggusuran PKL Joyoboyo, sedih nduk ada yang anak kecil mpe pingsan dengan seragam sekolah..ini tulisan saya dulu..hehehe

    http://www.suarasurabaya.net/v05/kelanakota/?id=62f590832f11a4bc3f39e402600eeb18200629666

    ReplyDelete
  6. Euh, ini masalah klasik yang pasti ada di banyak kota-kota besar.
    Menurut saya, ini sebenarnya salah pemkot Surabaya yang telah lama sekali membiarkan bangunan liar. Seharusnya kalo bangunan2 itu langsung digusur (dulu sekali) waktu baru terbangun dan langsung dilarang, gak akan ada masalah saat ini. :)

    Dan memang, cara keras yang dipakai di Surabaya. Nggak seperti di Solo yang dengan cara lembut.

    Dan belum tentu di Surabaya, penduduk2 di stren kali tsb mau dipindah. Siapa tahu mereka sudah kadung enak di sana. Makanya ama pemkot digusur secara paksa.

    ReplyDelete
  7. kebijakan sering kali nampak tidak adil ,
    tapi percayalah pemerintah memikirkan yang terbaik bagi masyarakatnya. karena itu sudah tupoksi mereka.
    sekedar saran ,bukan kah ada program transmigrasi?
    meskipun sulit juga seandainya masyarakat yang sudah terbiasa dengan kota ini menyesuaikan dengan suasana yang lebih sederhana.
    tapi demi hidup yang lebih baik itu pantas dicoba kok.
    :)

    ReplyDelete
  8. Miris ngebaca dan ngeliat foto2nya...
    mereka yang duluan membangun rumah dari gedung2 itu kenapa harus digusur seperti itu ?
    Sengketa tanah ?
    Ada permainan didalamnya...Allahu alam.

    -____- jadi gak tau mau ngoment apa~

    ReplyDelete
  9. @Mbak Ria weww, hebat tuw ^^d

    @Iume ya semoga saja begitu. tapi kadang pemerintah nggak punya cukup program bagus untuk rakyatnya (seringnya sih gitu)


    @uchank speechless ya? apalagi saya yang di TKP, hehe


    @Kang Asop yupz, masalah klasik semua kota besar. dan saking klasik nya sampe nggak pernah ada jalan keluar. :)

    ReplyDelete
  10. kasian mereka....tidur dimanaa lagi, digusur setidaknya sudah disiapkan tempat tidur yang layak bagi mereka, jadi kan sama2 enak...semoga

    ReplyDelete
  11. @iezul kebanyakan penggusuran itu merugikan sih :)

    ReplyDelete
  12. miris ya..
    moga2 aja semakin nyata solusi yang diberikan pemerintah..

    ReplyDelete
  13. "Satpol PP kalau sedang melakukan penggusuran. Udah seperti penghuni jagat raya. Ihhh, saya nggak suka lihat muka-muka mereka!!!!
    "

    Mukanya gimana gitu ya,,, haha

    ReplyDelete
  14. Hmm,,, Kalo liat Penggusuran kayak gitu rasanya begitu menyedihkan BGT!!!
    Mau menyalahkan Pemerintahnya... mesti hanya diam aja dgn alasan klasik yg "dipaksakan" itu. Kalo menyalahkan Penghuninya.. rasanya juga kasian siy, Mereka kadang juga karena terpaksa...
    Adil ato gak adil... relative!!
    ^_^

    ReplyDelete
  15. Memang sebuah dilema, tp entahlah siapa yang salah siapa yang benar, ada peristiwa salah satu teman yg mau bikin bengkel di sekitar kampus Stikom, pembelian sprt normalnya jual beli tanah, setelah dibangun... ternyata ada penggusuran.., mau gak mau ya hrs cabut dari rumah dan bengkel barunya dgn sejuta sumpah serapah, warga mencoba menyewa lawyer..., tp gak ada artinya...
    itulah fenomena yg byk terjadi saat ini..

    ReplyDelete
  16. Bikin sebuah alat canggih yang bisa mengangkat tanah beserta rumah-rumahnya. Semacam buldozer. Buat ngangkat rumah-rumah yang menurut pemerintah mengganggu, terus siapkan sebuah tempat yang luas untuk masyarakat-masyarakat kurang mampu. seperti pasar terbuka, tapi ini lahan buat membangun rumah. Kalau sudah jadi, angkat rumah-rumahnya pake alat dahsyat itu, kemudian letakkan dan susun kembali di tempat khusus yang telah dibuat tersebut.

    ReplyDelete

Monggo berkomentar, ditunggu lho.. ^_^