Flash Fiction: Panda - Manda

Pagi ini seperti biasa kubuka lapak kerja di bagian atas rumahku. Sepi. Hanya lima unit komputer dan meja-meja kayu yang selalu menyambutku bisu.

Aku masuk, mengedarkan seluruh pandangan ke tiap sudut ruang, dan berakhir pada sebuah laptop usang di atas meja kerjaku.

Laptop usang? Aku tertawa. Tak adil rasanya jika menyebutnya usang. Benda kotak hitam berukuran 14 inch dengan layar dan tuts-tuts nya yang menggoda. Harusnya kusebut dia, seksi.

Senyum tipis terkembang di wajahku yang kata orang mirip keturunan Arab. Padahal, sumpah, aku asli Jawa tulen.

Setiap membuka laptop ini, aku selalu ingat bagaimana dia menemaniku memulai semuanya dari nol. Berdiri tertatih, kemudian jatuh, bahkan merangkak, atau kadang lumpuh. Dia yang mengajarkanku betapa berharganya kesempatan dan waktu. Dia adalah saksi ketika sebuah order besar menantiku, dan menjadikan segalanya menjadi seperti saat ini. Menjadikan mimpiku menyata. Mendirikan studio desain milikku sendiri.

Terimakasih Tuhan, batinku. Terimakasih atas kesempatan yang Kau berikan.

Kubelai lembut tiap lekuk si seksi ini. Kau tak akan terganti, ucapku lirih.

Kuputar lagu All You Need is Love milik The Beatles dari media player. Aku suka lagu ini. Mengingatkanku pada banyak hal. Termasuk...

"Panda!" suara lembut itu tiba-tiba muncul dan memecah lamunanku akan masa itu.

"Panda, dicari dari tadi ternyata di sini kamu." katanya manja sambil mengerjap-ngerjapkan mata. Lucu. Menggemaskan. Dia yang selalu membuatku jatuh cinta. Dan wanita lain telambat merebut cinta ini.

Panda? Wanita cantik itu selalu memanggilku dengan sebutan Panda. Entah apa maksudnya. Tapi yang jelas, itu adalah panggilan sayang untukku.

"Pagi, Manda cantik!" rayuku genit.

Kalian tahu? Manda adalah kesempatan terindah yang diberikan Tuhan padaku. Dan tak kan pernah kusiakan dia. Kini dan nanti.

Lagu All You Need is Love masih mengalun merdu mengiringi kami. Dan seperti yang kukatakan tadi, lagu ini mengingatkanku pada banyak hal, termasuk dia. Manda. Istriku.