Botol yogurt ini sudah lama duduk manis di depanku. Utuh, segelnya pun tak terbuka. Aku enggan menyentuhnya, lebih-lebih meminumnya. Kututup wajahku. Menghela nafas panjang. Meminum yogurt sama saja mengingat dia. Mengingat kecelakaan itu. Menunduk.
Aku mencoba berbaring. Mengambil jarak lumayan jauh dari botol yogurt di atas mejaku, kemudian menutup wajah dengan bantal bertumpuk. Aku ingin tidur tanpa yogurt, batinku. Aku ingin tidur tanpa dia dalam mimpiku. Nafasku tertahan, bibirku bergetar. Menangis.
Aku tak tahan. Kenapa aku harus menuruti dia yang tinggal nama? Aku berhak menjalani hidupku tanpa aturannya. Aku protes. Hanya protes, dan selalu kembali pada botol yogurt bisu yang menjadi saksi rasa kehilanganku setiap malam.
“Tidak untuk malam ini” kataku lirih pada diri sendiri.
Aku bangkit, mengambil tas yang tergantung di balik pintu. Tersenyum. Untung aku tadi membelinya. Dua batang cukup untuk berkhianat dan membuat dia pergi selamanya. Pikirku.
“Kau tak kan suka dengan benda itu!” suara lembut itu mengejutkanku. “Taruh saja. Itu juga demi kesehatanmu kan, sayang?”
Aku menengok. Dia kini berdiri dihadapanku dengan sejuta senyum rayunya. Memintaku membuang dua lintingan tembakau di tangan kananku. Tubuhku lemas. Aku tidak percaya. Aku tergagap, hampir tak satu kata pun keluar.
“Di..di…mas?” kataku terbata.
Dia hanya tersenyum. Tulus. “Cukup sebotol yogurt sebelum tidur!” katanya seraya memberiku sebotol yogurt rasa strawberry, kesukaanku. Kemudian dia menutup pintu, dan menghilang.
“Dimas!!!!” teriakku. Aku terbangun. Berada di atas tempat tidur, dengan banyak bantal bertumpuk di pangkuanku. Kututup mata. Mungkin aku lelah, gumamku. Kulirik botol yogurt di atas meja. Masih di sana. Menungguku dengan bisu.
Kuambil nafas panjang, dan membuangnya perlahan. Iya, semua memang untuk kesehatanku. Aku beranjak, mengambil botol yogurt, dan meneguk isinya hingga setengah botol.
“Tok…tok..tok” pintu kamarku diketuk lembut. Siapa? Batinku. Kulirik jam tangan, 02.02. Harusnya seluruh isi kos sudah tidur. Aku terpekur, terdiam, tak beranjak sedikitk pun.
Mimpiku?
ketika pertama kali membaca, saya gak bisa me-recognize "aku" itu lelaki atau perempuan. secara penggambaran emosi, "aku" adalah perempuan dan ternyata benar, karena lawannya adalah dimas, nama lelaki yang mungkin adalah kekasihnya.
ReplyDeletenice story.. :D
iya, mungkin saya harus memperjelas tentang posisi penokohan, terimakasih atas masukannya....
ReplyDeleteditunggu kritik lainya :D
thanks for reading ^^