Jum’at, 25 September’09 lalu, suasana rumahku menjadi riuh dengan suara tawa, tangis, dan teriakan anak-anak kecil. Kaki-kaki kecil itu berlarian dari depan hingga belakang rumahku, seperti tak kenal lelah, padahal mereka baru saja datang dari Jogja.
Orang tua mereka yang juga mbak dan mas sepupuku saja sudah tidak kuat menyangga tubuh mereka. Sepertinya punggung-punggung tua yang kelelahan itu ingin sekali disandarkan setelah menempuh 8 jam perjalanan. Hummm…bisa kubayangkan, pasti lelah. Berada di dalam besi kotak bermesin dan beroda yang lebar ruangnya terbatas, duduk dan tidak bisa ke mana-mana. Hal-hal yang bisa dilakukan di dalamnya mungkin hanya mengobrol, melihat keluar jendela, melamun, mengutak-atik telepon selular, atau yang terparah hanya tidur.
Aku duduk di kursi dekat meja makan. Hanya bisa memandang wajah-wajah mungil itu sambil tersenyum dan sesekali tertawa. Mereka nakal, lari kesana kemari tanpa menghiraukan lainnya, berteriak, menangis jika keinginannya tidak terpebuhi, pokoknya tau beres. Tetapi terkadang lugu, malu-malu, hahaha ,lucu ya mereka. Tiba-tiba bayanganku kembali ke masa 16 tahun lalu, saat itu kira-kira umurku sama dengan mereka, saat ini aku 21 tahun. Apakah dulu aku seperti mereka?? Tanya itu tiba-tiba menyelinap dipikirku. Mungkin.
Pandanganku beralih pada seorang bayi yang umurnya mungkin belum ada satu tahun. Dia lucu, imut, anteng, tidak berisik seperti anak lainnya. Kalau digoda hanya bisa tersenyum, pokoknya lucu sekali. Sambil menyedot botol susunya, bayi itu sesekali juga melihat kakak-kakaknya yang berlarian kesana kemari, berteriak, dan tertawa. Mungkin dalam pikirnya “kapan aku bisa berlari dengan kakiku sendiri?? Tidak hanya digendong ke sana ke mari?”
Saat itu sempat aku berpikir “enak ya jadi anak kecil?” bisa dengan bebas berlarian, tertawa tanpa berfikir berat. Kalau keinginannya tidak dituruti tinggal menangis atau berteriak, kemudian ‘cliiingg’ keinginan akan terkabul. Tidak perlu tau mana yang benar dan yang salah, yang penting happy.
Ahh..anak kecil. Terkadang ingin rasanya kembali ke masa kanak-kanak dulu. Andaikan bisa?!! Everyday is happy day. Hal-hal sepele yang baru ditemui adalah kejutan, selalu terasa menyenangkan dan mengasikkan karena belum pernah dilakukan sebelumnya.
Bukannya aku tidak bersyukur karena sekarang bukan anak kecil lagi. Aku senang dengan apa adanya aku sekarang. Yahhh..setidaknya aku pernah merasakan dunia mereka, dan mereka belum pernah merasakan duniaku. Meskipun tidak selamanya benar, paling tidak aku tau mana yang harus dilakukan dan tidak.
Menjadi kecil kemudian beranjak ke dewasa adalah suatu proses yang menyenangkan, ada banyak kejutan dan pengalaman baru yang selalu bisa dijadikan pelajaran dan cerita.
“Tapi mungkin jadi anak kecil enak ya??” (tetep!?)
Aku jadi ingat dengan kutipan Soe Hok Gie, dia mengatakan :
“Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan
yang kedua dilahirkan tapi mati muda
dan yang tersial adalah berumur tua
berbahagialah mereka yang mati muda”
Rugi sekali jika tidak pernah dilahirkan. Tidak bisa melihat indahnya alam, merasakan belaian angin, merasakan rintik-rintik hukan, menikmati cantiknya cahaya bulan, hingga mencoba hal-hal baru yang selalu menjadi kejutan. Meskipun terkadang hidup itu dirasa kejam, tapi dari situlah kita tau, belajar, dan mengerti.
Bahagianya jika bisa merasakan hidup sebagai anak kecil, remaja, manusia dewasa, orangtua, manusia tua, kemudian menjadi tubuh tanpa nyawa.
“Hidup itu indah ya??”
By. Gend
Orang tua mereka yang juga mbak dan mas sepupuku saja sudah tidak kuat menyangga tubuh mereka. Sepertinya punggung-punggung tua yang kelelahan itu ingin sekali disandarkan setelah menempuh 8 jam perjalanan. Hummm…bisa kubayangkan, pasti lelah. Berada di dalam besi kotak bermesin dan beroda yang lebar ruangnya terbatas, duduk dan tidak bisa ke mana-mana. Hal-hal yang bisa dilakukan di dalamnya mungkin hanya mengobrol, melihat keluar jendela, melamun, mengutak-atik telepon selular, atau yang terparah hanya tidur.
Aku duduk di kursi dekat meja makan. Hanya bisa memandang wajah-wajah mungil itu sambil tersenyum dan sesekali tertawa. Mereka nakal, lari kesana kemari tanpa menghiraukan lainnya, berteriak, menangis jika keinginannya tidak terpebuhi, pokoknya tau beres. Tetapi terkadang lugu, malu-malu, hahaha ,lucu ya mereka. Tiba-tiba bayanganku kembali ke masa 16 tahun lalu, saat itu kira-kira umurku sama dengan mereka, saat ini aku 21 tahun. Apakah dulu aku seperti mereka?? Tanya itu tiba-tiba menyelinap dipikirku. Mungkin.
Pandanganku beralih pada seorang bayi yang umurnya mungkin belum ada satu tahun. Dia lucu, imut, anteng, tidak berisik seperti anak lainnya. Kalau digoda hanya bisa tersenyum, pokoknya lucu sekali. Sambil menyedot botol susunya, bayi itu sesekali juga melihat kakak-kakaknya yang berlarian kesana kemari, berteriak, dan tertawa. Mungkin dalam pikirnya “kapan aku bisa berlari dengan kakiku sendiri?? Tidak hanya digendong ke sana ke mari?”
Saat itu sempat aku berpikir “enak ya jadi anak kecil?” bisa dengan bebas berlarian, tertawa tanpa berfikir berat. Kalau keinginannya tidak dituruti tinggal menangis atau berteriak, kemudian ‘cliiingg’ keinginan akan terkabul. Tidak perlu tau mana yang benar dan yang salah, yang penting happy.
Ahh..anak kecil. Terkadang ingin rasanya kembali ke masa kanak-kanak dulu. Andaikan bisa?!! Everyday is happy day. Hal-hal sepele yang baru ditemui adalah kejutan, selalu terasa menyenangkan dan mengasikkan karena belum pernah dilakukan sebelumnya.
Bukannya aku tidak bersyukur karena sekarang bukan anak kecil lagi. Aku senang dengan apa adanya aku sekarang. Yahhh..setidaknya aku pernah merasakan dunia mereka, dan mereka belum pernah merasakan duniaku. Meskipun tidak selamanya benar, paling tidak aku tau mana yang harus dilakukan dan tidak.
Menjadi kecil kemudian beranjak ke dewasa adalah suatu proses yang menyenangkan, ada banyak kejutan dan pengalaman baru yang selalu bisa dijadikan pelajaran dan cerita.
“Tapi mungkin jadi anak kecil enak ya??” (tetep!?)
Aku jadi ingat dengan kutipan Soe Hok Gie, dia mengatakan :
“Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan
yang kedua dilahirkan tapi mati muda
dan yang tersial adalah berumur tua
berbahagialah mereka yang mati muda”
Rugi sekali jika tidak pernah dilahirkan. Tidak bisa melihat indahnya alam, merasakan belaian angin, merasakan rintik-rintik hukan, menikmati cantiknya cahaya bulan, hingga mencoba hal-hal baru yang selalu menjadi kejutan. Meskipun terkadang hidup itu dirasa kejam, tapi dari situlah kita tau, belajar, dan mengerti.
Bahagianya jika bisa merasakan hidup sebagai anak kecil, remaja, manusia dewasa, orangtua, manusia tua, kemudian menjadi tubuh tanpa nyawa.
“Hidup itu indah ya??”
By. Gend
0 comment:
Post a Comment
Monggo berkomentar, ditunggu lho.. ^_^