21 November 2011

Sudah siang. 10.50 am. Tapi keadaan di luar sana mendung. Kantor sepi, hanya ada tiga pasang mata di sini, satu pasang mata lainnya ada di atas.

Sepasang mata milik saya sedang sibuk membaca ebook yang baru saja saya download. Kedua pasang mata lainnya, entah sedang sibuk apa menatap layar laptop masing-masing.

Hening. Sepi.

Tiba-tiba, datang seorang bapa tua mengenakan kaos berwarna kuning, celana panjang kain berwarna gelap, topi yang warnanya sudah lusuh, dan kacamata yang bertengger menghiasai wajahnya yang tua dan terlihat lelah karena saya lihat, bapak tua itu mengendarai sepeda.

Sebuah tas plastik besar berisi kotak-kotak putih, dia letakkan di atas kursi. Kemudian, perlahan dia mengeluarkan satu kotak teratas.

“Mbak, ini saya jualan lumpia. Mungkin mau, Mbak?” katanya pada dua mata pasang di depannya. Mereka menggeleng.

“Nggak dulu, Pak.” Kata salah satunya sambil tersenyum.

Kemudian, bapak tua itu mengalihkan pandangannya ke arahku. Melihat sepasang mataku yang dari tadi mengamatinya menawarkan lumpia pada kedua temanku. Masih dengan kotak putih yang ternyata berisi lumpia, bapak tua itu menghampiriku.

“Mbak, mungkin mbak mau beli lumpia ini.”

Saya masih diam dan melihatnya saja.

“Tolong, Mbak. Satu saja. Saya belum dapat pekerjaan, jadi saya jualan ini.” Lanjut bapak tua itu memohon dengan mimik wajah malu tertahan.

Tiba-tiba “Deg”.

Saya merasa kasihan. Tapi sungguh, bukan bermaksud apa-apa. Tapi saya benar-benar sedang tidak ingin makan apa-apa saat itu.

“Maaf, Pak. Saya nggak beli dulu.” Jawabku menggelengkan kepala dan tersenyum.

Lalu, langkah bapak tua itu mundur teratur. Memasukkan kembali kotak putih berisi lumpia itu kedalam tas plastik hitam.

“Ya sudah kalo begitu. Saya permisi dulu, Mbak. Mari.” Pamitnya ramah. Kemudian dia pergi. Melewati pintu kaca kantor yang dingin, menghampiri sepedanya, dan….. hilang.

Sepasang mataku masih mengekor hingga bapak tua itu hilang dari sudut mata. Mengamatinya lamat-lamat, memandang punggung tua dan rambut putih yang bersembunyi di balik topi lusuhnya. Aku menahan napas. Iya, saya kasihan. Maaf, saya nggak beli, Pak. Kataku dalam hati.

Bapak setua itu, harusnya dia sedang berada di dalam rumah, menikmati masa tuanya, ditemani anak-anak dan cucu-cucunya. Tapi nyatanya, hari ini saya melihat, bapak tua itu, mengesampingkan seua rasa malunya, menjual lumpia dari pintu ke pintu.

Iya. Hidup memang tidak selamanya sempurna. Kadang, apa yang seharunya terjadi, belum tentu terjadi. Waktu menatap punggung bapak tua itu menjauh, saya hanya membayangkan, seandainya yang berjualan itu adalah orangtua saya. Hahhh, saya nggak berani membayangkan lagi. Semoga tidak!

Saya harap, orangtua saya lebih beruntung. Karena saya nggak akan pernah membiarkan orangtua saya berjualan keliling seperti itu. Cukuplah orangtua saya di rumah, menikmati masa tuanya. Gantian saya yang bekerja keras untuk mereka.

Tapi sungguh, hidup itu sebenarnya selalu indah. Asalkan kita pandai mensyukurinya.

Semoga, Allah melimpahkan rizki bapak tua tadi, dan melancarkan semua urusannya. Amin.


"Walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya"
(Filosofi Kopi - Dee)

Tagged: ,

6 comments:

  1. Mengelus dada...
    kemana anak2nya? hiks...

    ReplyDelete
  2. Benar, hidup ini sebenarnya terasa adil. Hanya saja, banyak orang yang merasa hidup tak adil, orang yang seperti itu kurang bersyukur. :(

    ReplyDelete
  3. Saya tersentuh dengan kisah ini, sungguh pada dasarnya semua manusia pasti punya keberuntungan sendiri-sendiri..semangat..^_^

    ReplyDelete
  4. intinya harus sering2 melihat ke bawah agar membuat rasa syukur itu terus mengalir di hati

    ReplyDelete
  5. @Mas Ady: iya, saya juga berpikir seperti itu..

    @Asop: sepakat. Hidup itu indah tergantung dari manusianya...

    @Mb. Ria: Ya, rezeki itu g akan pernah keliru.., SEMANGAT!!!

    @Mas Kahfi: iya, biar kita jadi tau, bahwa ada orang2 yang tidak seberuntung kita.. ^_^

    ReplyDelete
  6. jadi inget sama bapak dirumah,soalnya beliau masih kerja menjadi tulang punggung
    padahal aku dah kerja,tapi belum mapan karena belum nerusin kuliah
    hidup ini indah asal kita menikmatinya & jangan suka mengeluh pada keadaan kita sekarang,karena banyak orang yang lebih susah dari kita hidupnya

    ReplyDelete

Monggo berkomentar, ditunggu lho.. ^_^