16 December 2011

Saat saya menulis posting ini. Di depan saya sedang duduk seorang anak kecil. Dia baru saja pulang sekolah. Hari ini dia ada UAS. Hmmm, panggil saja dia dengan sebutan Adek Manis.

Adek Manis ini mungkin usianya baru 7 tahun. Kalau tidak salah, dia baru kelas 2 Sekolah Dasar

Tadi pagi, Adek Manis ini menangis. Kartu UAS nya tertinggal di rumah. Ketika dia dengan sopirnya kembali lagi ke rumah untuk mengambil kartu UAS, ternyata rumahnya sudah dikunci. Sepertinya Ibu dan Ayahnya ada keperluan dan bergegas berangkat setelah si Adek Manis ini berangkat sekolah dengan sopir tadi. Sementara, kunci rumah tidak dititipkan pada siapa pun. Dia menangis, takut dilarang ikut ujian. Awalnya dia tidak mau berangkat ke sekolah, tapi setelah dibujuk, akhirnya dia mau berangkat sekolah bersama sopir, meski dalam sesenggukkan.

Siang ini, selepas pulang sekolah, dia langsung duduk di depanku. Rumahnya dikunci (lagi), katanya.  Tadi orangtuanya sempat kembali ke rumah, tapi sepertinya pergi lagi. Sebenarnya kunci rumahnya dititipkan padaku. Tapi dia bersikeras tidak mau masuk rumah. Alasannya, takut. Ya sudah, kubiarkan dia duduk di depanku, seperti sekarang.

Untuk mengusir sepi, si Adek Manis mengambil seperangkat alat menggambar dari dalam tasnya. Buku tulis, pensil, dan penghapus. Lhoh, kok bukan buku gambar? Hmm, sepertinya karena keadaan darurat, jadi dia menggunakan sembarang kertas yang ada dalam tasnya.

Kemudian dia mulai menggambar. Seperti anak kecil pada umumnya, Adek Manis ini menggambar sambil berceloteh. Mulutnya terus mengeluarkan suara.

Mbak, tau nggak ini aku  gambar apa?” tanyanya manja.
“Emang nya Adek Manis gambar apa?”
“Ini, mbak tebak dong…”
“Hmmm, apa ya?”
“Ini gambar Hotel, Mbak.”
“Wahhh, bagus ya… Ada mataharinya juga.”

Itulah seklumit percakapanku dengan Adek Manis.

Setelah menunjukkan gambarnya padaku, dia melanjutkan kegiatan menggambarnya, masih dengan celotehnya.

Sambil menulis post ini, aku memperhatikan Adek Manis yang terus menggambar. Miris. Kasian dia. Masih kecil, tapi sering ditinggal sama orangtuanya. Hmm, let me tell you about her family.

Adek Manis ini berasal dari keluarga kaya. Orangtuanya adalah seorang pengusaha yang sukses. Sebagai pengusaha sukses, pastinya sering donk yang namanya bepergian ke luar kota dan ke luar negeri. Jadi Adek Manis dan Kakaknya (yang juga masih kecil) sering sendiri di rumah, atau kalau tidak, mereka ditemani sopir atau pembantu.

Mungkin karena seringnya ditinggal pergi, akhirnya Adek Manis ini sering bersikap manja dan cari-cari perhatian pada setiap orang yang ada di sekitarnya. Bahkan ketika tadi saya Tanya “Bisa UAS nya?” Dengan menggelendot manja dia menjawab “Nggak bisa aku tadi.”

Hmmm, Adek Manis ini hanya butuh perhatian. Sebagai anak yang masih kecil, dia hanya butuh kasih sayang dan perhatian lebih dari orangtuanya, bukan uang. Memang sih, ketika kedua orangtuanya dirumah, dia sangat diperhatikan. Tapi masalahnya adalah, orangtuanya jarang di rumah. Hadehhh, sedih juga rasanya melihat keluarga kaya tapi anaknya terlantar seperti.

Bagi semua orangtua, calon orangtua, atau siapapun deh..

Sesibuka apapun anda-anda semua. Jangan lupa memberikan perhatian setiap hari pada anak. Sekaya apapun anda, kalau kurang memberikan perhatian pada anak, dijamin deh, itu anak nggak bakal bahagia. Karena yang paling dibutuhkan anak adalah perhatian dan kasih sayang, bukan UANG.

Btw, tau nggak? Tadi Adek Manis sempat berkumam, dan aku dengar. “Mama jahat, sering pergi!”

Nah lho…

Tagged:

3 comments:

  1. nice post..adek manis siapa namanya ????sebnayak apapun materi hanya kasih sayang ort yg bisa membuat bahagia.....salam untuk adek manis..

    ReplyDelete
  2. hiks...hiks...semoga anaku besar degan penuh perhatian meski q sebagai orang tua tunggal,always smile to you..."the little black sweety"

    ReplyDelete

Monggo berkomentar, ditunggu lho.. ^_^