20 May 2012


(Photo By. goodreads.com)

Bahwa setiap apa yang terjadi, semua sudah digariskan oleh Allah. Tidak ada yang sia-sia, sebenarnya benar-benar tidak ada yang sia-sia. Setiap pertemuan, perpisahan, kehilangan, kesempatan, dan masih banyak lagi. Semua datang tanpa percuma. Asal kita mampu mensyukurinya dan mau merenungi, serta menyadari bahwa Allah itu adil.

Beberapa hari lalu, saya baru saja selesai membaca  Novel, lagi-lagi milik Tere-Liye. Entah sejak kapan saya jadi amat menyukai semua tulisan Tere-Liye. Padahal waktu kuliah dulu, saya mengenalnya saja tidak. Bahkan waktu pertama kali punya facebook dulu, saya pernah menulis di wall Tere-Liye yang berbunyi.”Mas nya ini penulis ya?”  ya saya ingat betul dengan hal itu.

Dan kini, beberapa tahun setelah kejadian saya menanyakan pertanyaan bodoh itu pada Tere-Liye, saya jadi penggemar semua tulisannya. Ah, hidup ini kejutan ya. Misteri. Tidak ada yang tau apa yang akan terjadi. Karena itu kita wajib bersyukur ditiap tarikan napas.

Kali ini saya mau menceritakan tentang novel Bidadari Bidadari Surga. Hmmm, bercerita tentang apakah novel ini? Bagi yang sudah membaca, ijinkan saya menceritakannya untuk yang belum pernah baca.

Novel ini bercerita tentang Laisa, seorang perempuan yang diceritakan jauh dari cantik. Dia memiliki empat orang adik, Dalimunte, Wibisana, Ikanuri, dan Yashinta. Laisa, adalah kakak yang sangat menyayangi adik-adiknya. Bahkan dia rela melakukan apa saja demi kelangsungan hidup adik-adiknya.

Bagi Laisa, adik-adiknya dan Mamak, adalah bagian terpenting dalam kisah hidupnya. Laisa, rela melepas seragam sekolahnya demi membiarkan adik-adiknya bersekolah, dia rela setiap hari tubuhnya terpanggang matahari, lelah mengurus kebun, demi pendidikan adik-adiknya, demi kelangsungan hidup keluarganya.

Tak ada yang tau apa yang dirasakan Laisa. Hidup seakan tidak adil untuk Laisa. Dia tidak memiliki wajah yang rupawan, bentuk tubuhnya pun tidak bagus, dia tidak bersekolah, dan lebih memilih bekerja mencari kayu bakar, membuat gula aren, yang kemudian dijual ke kota kecamatan. Siangnya dia harus membantu Mamak di ladang. Apalah kita ini. Kenapa meragukan semua keputusan Allah. Meributkan suatu ketidakadilan. Memangnya adil itu seperti apa?

Entah. Saya sendiri juga tidak bisa menjawabnya. Adil itu….

Tapi kalau kita membaca novel ini, pasti kita merasa bahwa hidup Laisa penuh dengan ketidakadilan.

Namun Tere-Liye menyelipkan banyak pengertian di dalam cerita ini. Kalian tau, bagi Laisa semua ini sederhana. Sesederhana ketika dia mengajak Yashinta, adik bungsungnya, untuk melihat berang-berang dari tepi sungai. Sesederhana apa?

Biar saya lanjutkan bercerita tentang pengorbanan Laisa. Untuk sekolah Dalimunte di Kota Kecamatan, Yashinta dengan penuh pertaruhan merubah ladangnya menjadi kebun strawberi. Padahal, dia  sungguh tidak mengenal tanaman apa itu. Mendengar namanya saja baru pertama kali. Tapi demi adik-adiknya, demi Mamak, dengan niat tinggi, dia menanami seluruh perkebunan dengan strawberi. Tapi ternyata hasilnya? GAGAL. Banyak strawberi yang busuk. Jadilah adiknya, Dalimunte menahan keinginannya untuk sekolah tahun depan.

Namun setelah itu, setelah kegagalan itu. Laisa benar-benar membayarnya. Dia tidak berputus asa. Dia mengulangi penanaman strawberi itu. Dengan belajar dari pengalaman sebelumnya. Laisa kali ini berhasil menjual semua hasil panen strawberi. Dan kali ini dia banyak untung.

Kali ini nasib baik bersedia mampir untuk memperbaiki kehidupan Laisa, adik-adiknya, dan Mamak. Apakah kemudian ketidakadilan itu terbayar? Belum. Bahkan ketika Laisa sudah menginjak usia menikah, dia tidak kunjung menemukan pendampingnya. Semua melihat Laisa dari bentuk fisiknya.

Banyak gunjingan tentang perawan tua. Sungguh. Tidak cukupkah Laisa mengorbankan masa sekolahnya untuk adik-adiknya? Tidak cukupkah Laisa mengorbankan masa remajanya demi adik-adiknya? Kenapa giliran dia ingin menikah saja, Allah belum juga mengirim pangeran berkuda putihnya?

Hei. Itu pendapat kita. Kita yang selalu membandingkan banyak hal bahwa ini tidak adil itu adil. Tapi, seperti yang saya katakana tadi, bagi Laisa, ini sederhana. Iya hal ini sederhana. Dia tidak menyalahkan Allah atas kehidupan yang diterimanya. Dia terlalu bersyukur tentang kehidupannya.

Kalian tau tidak? Laisa bersyukur, karena memiliki keluarga seperti Mamak, Dalimunte, Wibisana, Ikanuri, dan Yashinta. Laisa bersyukur, bisa membuat keluarganya bahagia dengan kerja kerasnya, Laisa bersyukur bisa merasakan kebersamaan setiap dua bulan sekali setelah adik-adiknya sibuk sekolah ke luar kota. Ah ya, dia hanya bersyukur. Laisa tidak menuntut banyak hal pada Allah. Semua ujian Allah dia terima dengan setulus hati. Ikhlas.

Di BAB ini, saya benar-benar terharu. Bahkan saya masih belum tau, bagaimana harus menerima ini dan itu dengan sangat lapang dada. Bukankah hal tersulit adalah ikhlas. Menerima semua keputusan Allah, entah itu sakit atau menyenangkan?

Dalam novel ini, diajarkan bagaimana kita seharusnya menyikapi hidup. Laisa yang diberi cobaan sedemikian rupa, tapi apa yang dia lakukan? Dia tetap bersyukur? Dia tidak sibuk bertanya ‘Kenapa’? Tapi dia hanya sibuk berusaha dan selalu menerima keputusan Allah dengan seikhlas-ikhlasnya.

“Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah yang pandai bersyukur.”

Satu kutipan dari Novel ini yang saya suka:

Dengarkanlah kabar bahagia ini.

Wahai wanita-wanita yang hingga usia tiga puluh, empat puluh, atau lebih dari itu, tapi belum juga menikah (mungkin karena keterbatasan fisik, kesempatan, atau tidak pernah ‘terpilih’ di dunia yang amat keterlaluan mencintai materi dan tampilan wajah). Yakinlah, wanita-wanita salehah yang sendiri, namun tetap mengisi hidupnya dengan indah, berbagi, berbuat baik, dan bersyukur. Kelak di Hari Akhir, sungguh akan menjadi bidadari-bidadari Surga. Dan kabar baik itu pastilah benar, bidadari Surga parasnya cantik luar biasa. (Tere-Liye, Bidadari-Bidadari Surga)

Tagged: ,

3 comments:

  1. buku yang membuat iri, keteguhan yang luar biasa dari seorang kakak, #ah..

    ReplyDelete
  2. saya suka jg dgn novel ini, endingny sukses bikin mata sembab krn nangis
    :(

    ReplyDelete
  3. kunjungan gan,bagi - bagi motivasi
    Hal mudah akan terasa sulit jika yg pertama dipikirkan adalah kata SULIT. Yakinlah bahwa kita memiliki kemampuan dan kekuatan.
    ditunggu kunjungan baliknya yaa :)

    ReplyDelete

Monggo berkomentar, ditunggu lho.. ^_^